Dilarang Jualan, TikTok Diberi Waktu Satu Pekan Selesaikan Transaksi Jual Beli


TikTok-1
 

Jakarta - Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan, telah menandatangani revisi Permendag Nomor 50 Tahun 2020 pekan lalu yang mengatur keberadaan platform media sosial sekaligus e-commerce, seperti TikTok Shop, yang dianggap berpotensi mengganggu keberlangsungan UMKM tanah air.

Melalui revisi Permendag 50, pemerintah berencana untuk memperketat pengaturan arus perdagangan di platform-platform e-commerce melalui aturan terkait Ketentuan Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PPMSE). Kemendag memberikan waktu satu pekan kepada TikTok Shop untuk membereskan transaksi jual beli yang masih berjalan dan menghentikan aktivitas jual beli di platformnya.

"Tidak boleh lagi, ini berlaku mulai minggu lalu. Tapi kita masih memberikan waktu seminggu, untuk sosialisasi, segera saya surati Tiktok," katanya, Senin (2/10).

Sebelumnya, keberadaan TikTok Shop telah menuai protes dari kalangan pelaku usaha karena dianggap dapat merugikan UMKM lokal dan membuat mereka kalah saing. Hal ini diakibatkan produk-produk yang dijajakannya dijual dengan harga yang sangat murah.

Selain itu, barang-barang yang dijual melalui TikTok Shop merupakan hasil perdagangan lintas batas alias cross border. Artinya, banjir barang impor tersebut berarti langsung ditawarkan kepada pembeli tanpa melalui proses importasi yang semestinya sehingga sama sekali tidak berkontribusi pada pendapatan di Indonesia.

Sedangkan Direktur Eksekutif ICT Institute Heru Sutadi mengapresiasi, upaya pemerintah dalam melindungi UMKM lokal dan mendorong konsumsi produk-produk asal Indonesia.

“Kami melihat ini sebagai upaya melindungi data pribadi masyarakat dan transaksi e-commerce agar tidak diambil negara lain dan digunakan untuk kepentingan mereka. Aturan revisi Permendag Nomor 50 Tahun 2020 tentang Ketentuan Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik, justru akan menjadi titik tengah,” paparnya.

Lebih lanjut, sikap pemerintah guna memisahkan fungsi antara platform media sosial dan e-commerce sudah sangat tegas.

“Ada keberpihakan untuk mengembangkan dan memasarkan produk Indonesia sehingga mendorong majunya UMKM. TikTok harus lebih bijak, jangan membawa nama presiden dalam advokasi ini, sudah jelas yang diungkap presiden soal pemisahan media sosial dan e-commerce, bagaimana UMKM harus kita selamatkan bersama,” ujarnya.

Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Shinta W. Kamdani mengapresiasi, kebijakan pemisahan platform karena dapat menciptakan persaingan usaha yang sehat atau level playing field, melindungi UMKM dengan menjadikan produk dalam negeri berdaya saing, dan melindungi data pribadi konsumen.

”Penerapan persaingan usaha yang sehat, adil, dan tanpa keberpihakan diperlukan. Model bisnis e-commerce telah banyak berevolusi dan berdampak pada kelangsungan UMKM, karena itu pengaturan lebih lanjut diperlukan untuk memastikan kualitas pertumbuhan dan iklim industri e-commerce tetap dapat memberikan peluang bagi UMKM Indonesia untuk berusaha dan berkembang serta melayani kebutuhan konsumen dengan baik,” tuturnya.

Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira menambahkan, keputusan yang diambil pemerintah sangatlah positif. Sejak dua tahun terakhir banyak dampak negatif dari penggabungan platform media sosial dan e-commerce.

“Sebelumnya ketika pedagang tanah abang yang jual baju mengeluh sepi sudah ada kejanggalan. Logikanya tanah abang itu pusat grosir, mau barang dijual eceran di Tiktok shop harusnya tanah abang tetap ramai,” tegasnya.

Dalam beberapa tahun terakhir Indonesia memang telah menjadi tujuan utama pasar produk-produk Cina yang marak dijual, salah satunya melalui TikTok Shop. Harga miring yang ditawarkan pun berhasil membuat konsumen Indonesia tergiur untuk membelinya, alhasil produk-produk tersebut semakin membanjiri pasar lokal.

Berdasarkan data yang diolah dari sejumlah survei perdagangan online menunjukkan pada 2020, pangsa pasar produk kecantikan di Indonesia didominasi merek lokal sebanyak 94,3% dan merek 5,7%. Tapi hanya dalam waktu dua tahun yakni pada 2022, penguasaan pasarnya berbalik. Pangsa pasar merek Cina 57,2% dan merek lokal tinggal 42,8%.

Oleh karena itu, banyak masyarakat terutama UMKM offline juga turut mengapresiasi langkah Kemendag untuk segera menandatangani dan mengesahkan revisi Permendag 50 sebagai bagian dari upaya untuk melindungi kedaulatan ekonomi digital Indonesia.

Keamanan data pribadi di TikTok pun menjadi salah satu alasan dari urgensi pengesahan revisi Permendag 50. Melalui revisi Permendag 50 ini, Pemerintah akan mengatur penggunaan data dalam media sosial dan e-commerce guna menjaga persaingan usaha yang sehat dengan melarang menyatukan data dari dua platform.


Penulis : Indra

Editor : Irwen