Mobil Hybrid Layak Dapat Tambahan Insentif


Toyota Hybrid
 

Jakarta - Mobil hybrid atau hybrid electric vehicle (HEV) layak diberikan tambahan insentif, lantaran mampu mengurangi emisi karbon hingga 49%, berdasarkan perhitungan emisi dari tangki bensin ke knalpot.

Pengurangan emisi dua mobil hybrid setara dengan satu mobil listrik berbasis baterai atau battery electric vehicle (BEV) yang mencapai 100%. Adapun jenis insentif yang bisa diberikan ke HEV antara lain pengurangan pajak kendaraan bermotor (PKB), bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB), dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM).

“Mobil HEV dapat mengurangi emisi secara signifikan. Bahkan, saat ini, ada model HEV dengan emisi mencapai 75 gram/kilometer (km),” kata Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Taufiek Bawazier, Selasa (8/8).

Menurut dia, pihaknya menjajaki pemberian award kepada mobil hybrid. Namun, basisnya bukan pajak, melainkan emisi karbon yang dikeluarkan.

“Ini akan menjadi tambahan insentif mobil hybrid selain PPnBM 6% sesuai PP 74 Tahun 2021. Aturan ini akan dirilis secepatnya,” paparnya.

Taufiek juga sepakat, penjualan HEV saat ini lebih tinggi dibandingkan BEV. Alasannya sederhana, masyarakat tidak perlu mengkhawatirkan pengecasan baterai saat membawa HEV menempuh jarak jauh. Adapun jika memakai BEV, konsumen harus memperhitungkan daya baterai dan infrastruktur pengisian di tengah perjalanan.

Sementara itu, berdasarkan data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), penjualan HEV mencapai 17.280 unit per Juni 2023, dengan porsi 3,4% terhadap total pasar. Jumlah ini jauh melebihi BEV yang hanya 5.850 unit.

Penjualan HEV sampai Juni 2023 sudah melampaui torehan sepanjang 2022 yang mencapai 10.344 unit. Ini disebabkan hadirnya dua model baruu, Toyota Innova Zenix dan Yaris Cross.

Taufiek menyatakan, pada prinsipnya, teknologi hijau akan laku jika harganya di bawah teknologi yang tidak hijau. Atas dasar inilah pemerintah mengguyur insentif ke mobil elektrifikasi, terutama BEV baik ke konsumen maupun ke pemanufaktur.

Konsumen mendapatkan PPnBM0%, PPN-DTP 10%, suku bunga rendah dan DP 0%, diskon tambah daya listrik, pelat nomer khusus, sedangkan untuk manufaktur diberikan insentif tax holiday, mini tak holiday, tax allowance, fasilitas BMDTP, dan super tax decution, berdasarkan Perpres 55 tahun 2019. Bahkan, pemerintah kini mempertimbangkan bea masuk 0% untuk BEV yang diimpor dalam bentuk utuh.

Dalam Permenperin 6 Tahun 2022, pemerintah menargetkan produksi BEV roda empat mencapai 400 ribu unit, 2030 sebesar 600 ribu unit, dan 2035 sebanyak 1 juta unit.

Sedangkan Sekretaris Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Kukuh Kumara menegaskan, sektor transportasi adalah kunci untuk menurunkan emisi di Indonesia. Itu sebabnya, sektor ini dituntut untuk menyediakan teknologi pengurangan emisi yang cocok untuk Indonesia.

“Prinsipnya, Gaikindo mendukung semua pilihan teknologi untuk menurunkan emisi. Soal mana yang lebih disukai, itu diserahkan ke konsumen,” ujarnya.

Selain menyediakan pilihan powertrain ramah lingkungan, industri otomotif siap meningkatkan pemanfaatan energi bersih, seperti B30 yang dinaikkan menjadi B35 pada Februari 2023. Bahkan, industri otomotif Indonesia siap menggunakan bahan bakar bensin dengan campuran etanil 5% hingga 10%.


Penulis : Indra

Editor : Irwen