Bursa CPO Harus Berpihak Pada Ekosistem Industri Sawit



WhatsApp Image 2023-10-02 at 18.50.13
 

Jakarta – Rencana pemerintah meluncurkan bursa fisik Crude Palm Oil (CPO)akan berdampak pada ekosistem industri sawit, terutama bagi para petani sawit dan perusahaan.

“Intinya, jangan sampai peraturan baru membebani kalangan pelaku usaha, baik untuk korporasi besar maupun para petani. Kelapa sawit adalah komoditas unggulan nasional dan karena itu perlu didukung oleh kebijakan yang kondusif bagi iklim usaha,” kata Direktur Segara Research Institut Piter Abdullah Redjalam, Senin (2/10).

Menurut Piter, pihaknya berharap hasil kajian Segara Institut bisa menjadi salah satu pertimbangan bagi pemerintah dalam meluncurkan kebijakan baru terkait industri sawit.

“Para perancang kebijakan pasti mengerti bahwa pembentukan bursa CPO tidak serta merta menempatkan Indonesia sebagai penentu harga, menggantikan bursa Rotterdam atau Malaysia. Butuh waktu yang sangat panjang dan paling penting mendapatkan pengakuan dari pelaku pasar. Kredibilitas di market akan terbangun jika bursa CPO tidak mendistorsi praktik bisnis yang wajar atau melakukan intervensi pasar secara berlebihan,” paparnya.

Lebih lanjut, industri sawit telah berkembang dan memiliki peran yang sangat penting dalam perekonomian Indonesia. Hilirisasi yang saat ini dicanangkan sebagai salah satu motor pendorong pencapaian Indonesia emas tahun 2045 sesungguhnya telah berjalan cukup lama.

Kontribusi Industri Sawit terhadap perekonomian Nasional tidak hanya dalam bentuk nilai tambah tetapi juga dalam bentuk ekspor dan penyerapan tenaga kerja. Produksi utama industri sawit di Indonesia dalam bentuk CPO menjadi yang terbesar di dunia.

Pada tahun 2022, produksi CPO Indonesia mencapai 46,73 juta ton. Sementara itu, total konsumsi CPO nasional pada tahun 2022 hanya sebesar 20,97 juta ton atau terjadi ekses supply sebesar kurang lebih 26 juta ton.

Ekses supply CPO yang mencapai puluhan juta ton adalah sesuatu yang tidak terhindarkan dan ekspor adalah jalan keluarnya. Upaya peningkatan daya serap domestic memang dibutuhkan dan perlu dilakukan secara konsisten.

Tetapi ekses supply terlalu besar dan upaya peningkatan daya serap domestic melalui pengembangan industry hilir tidak akan mungkin bisa menutup seluruh produksi sawit nasional.

“Hal ini sekaligus menyiratkan bahwa ekspor adalah sebuah keniscayaan atau bahkan keharusan agar seluruh produksi sawit Indonesia terserap, menciptakan nilai tambah sekaligus memberikan kesejahteraan bagi pengusaha sawit yang sebagian diantaranya adalah para petani sawit,” ujarnya.

Ekspor CPO Indonesia terus menghadapi berbagai hambatan oleh negara-negara tujuan ekspor utama yaitu China, India dan uni Eropa. Berbagai hambatan terhadap ekspor CPO, baik hambatan tarif maupun hambatan non tarif, akan berdampak negative terhadap industri sawit nasional dan yang paling dirugikan adalah petani sawit. Pemerintah sejauh ini telah melakukan berbagai upaya untuk menghadapi hambatan-hambatan ekspor CPO tersebut. Upaya pemerintah dalam menghadapi hambatan-hambatan ekspor CPO layak mendapatkan apresiasi.

Ditengah upaya pemerintah menghadapi hambatan-hambatan ekspor dari pihak eksternal tersebut pemerintah diharapkan tidak menciptakan hambatan ekspor dari dalam negeri.

“Pengalaman pada tahun 2022 membuktikan bahwa setiap hambatan ekspor atau ditengah kondisi ekses supply, akan berdampak negatif terhadap industri sawit dan ketika itu terjadi maka yang paling dirugikan adalah petani sawit,” tuturnya.

Rencana pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) guna mengatur lebih lanjut ekspor CPO dan produk-produk turunannya perlu dipertimbangkan dengan hati-hati.

Keinginan pemerintah membentuk dan mengembangkan bursa CPO di dalam negeri tentu saja harus didukung. Tetapi untuk menjadikan bursa CPO di dalam negeri sebagai bursa yang diakui global dan harga CPO di bursa tersebut menjadi rujukan semua pelaku perdagangan CPO global memerlukan waktu yang panjang, dan harus dipastikan tidak ada intervensi pasar.

 


Penulis : Indra

Editor : Irwen