IMQ, Jakarta —
Perkembangan Financial Technology (FinTech) di Indonesia terus mengalami perkembangan hingga mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional secara signifikan.
Ketua Bidang Advokasi dan Bantuan Hukum PBA Defrizal Djamaris mengatakan FinTech mulanya hanya memiliki dua fitur yakni bisnis pinjaman online dan payment gateway. Namun, FinTech saat ini memiliki berbagai macam fitur seperti project financing dan co branding.
"Perkembangan pesat ini tidak terlepas dari potensi pasar di Indonesia dan inklusi keuangan dari konsumen dan para UMKM," dalam keterangannya pada webinar Financial Technology, Suatu Literasi Keuangan dan Alternatif Solusi Permodalan UMKM di Masa Pandemi COVID-19, Sabtu (5/12).
Namun menurut Defrizal, tidak jarang FinTech menimbulkan permasalahan bagi penggunanya karena itu perlu literasi keuangan yang cukup bagi pelaku UMKM.
"Baik dari sisi regulasi, sisi bisnis, permasalahan hukum dan potensi bisnis yang akan timbul," terangnya.
Sementara Ketua Umum PBA Ary Zulfikar mengungkapkan tujuan webinar ini untuk memberikan pemahaman literasi keuangan yang komprehensif kepada pelaku UMKM. Dalam hal ini, Pelaku UMKM bisa mendapatkan informasi mengenai jenis-jenis hingga mekanisme FinTech di Indonesia. Pun mampu memanfaatkan FinTech untuk pemodalan usaha mereka.
"Informasi ini juga disampaikan supaya pelaku UMKM terhindar dari praktik penipuan. Mari kita mendengar paparan dari para narsum sebagai bentuk inovasi finansial yang dapat dimanfaatkan kita dengan dengan baik," ujarnya.
Managing Partner Simbolon and Partner Law Firm Yudianta Medio Simbolon menyampaikan ada lima kategori FinTech yang perlu diketahui pelaku UMKM yaitu sistem pembayaran, pendukung pasar, manajemen investasi dan manajemen risiko, pinjaman, pembiayaan dan penyediaan modal (P2P Lending) serta jasa finansial lainnya.
Terkait kategori P2P Lending, Yudi menyampaikan, FinTech ini memberikan layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi sesuai perjanjian kedua belah pihak. Dalam hal ini, pengguna pinjaman bisa meminjam dana dari pemberi pinjaman sesuai syarat dan aturan yang ditetapkan oleh badan hukum terkait.
"Contoh aplikasi yang masuk dalam ketegori ini yakni Modalku, Investree, dan UangTeman," terangnya.
Namun, sebelum meminjam uang ke pemberi pinjaman, pengguna pinjaman harus membaca dengan detail aturan dan perjanjian yang ada. Pun melakukan mitigasi risiko sebelum yakin untuk meminjam uang ke layanan FinTech. Hal ini diperlukan supaya pengguna pinjaman tidak mendapatkan risiko berbahaya seperti gagal membayar pinjaman.
"Penerima pinjaman juga harus melakukan apakah P2P Lending yang dipilih telah memenuhi persyaratan hukum dan telah terdaftar di OJK," tuturnya.
Terkait perlindungan konsumen, pengguna pinjaman juga tidak perlu takut jika mendapatkan intimidasi saat proses penagihan. Pengguna pinjaman bisa melaporkan hal tidak bermartabat itu ke badan terkait seperti OJK.
"Biasanya memang cara-cara intimidasi penagihan itu terjadi karena pengguna tidak melaksanakan perjanjian yang disepakati seperti telat bayar. Karena itu, dari awal pengguna pinjaman harus melakukan mitigasi risiko, membaca suku bunga, jatuh temponya kapan dan sebagainya. Jika ada kasus gagal bayar dan butuh penyelesaian, bisa melaporkan ke Asosiasi Fintech Indonesia (AFPI) dan OJK," tegas Yudi.
