IMQ, Jakarta —
PT Surya Esa Perkasa Tbk (ESSA) menuntaskan pembangunan pabrik amonia berkapasitas 700.000 metrik ton (MT) per tahun pada pertengahan 2018.
Pabrik bernilai investasi mencapai US$830 juta berlokasi di Banggai, Sulawesi Tengah. Perseroan memperkirakan produksi awal pabrik baru ini mencapai 300 ribu MT pada semester II tahun ini.
Seluruh produksi pabrik amonia pertama Indonesia yang dikerjakan perusahaan lokal tersebut nantinya disuplai kepada Mitsubishi Indonesia. Adapun secara struktur organisasi, perseroan memegang 99,99% saham PT Sepchem yang membawahi PT Panca Amara Utama (PAU).
PAU dimiliki perseroan langsung sebesar 0,69%, yakni anak perusahaan yang mengoperasikan pabrik amonia tersebut. Pengoperasian pabrik tersebut diharapkan menaikkan pendapatan konsolidasi perseroan menjadi US$150 juta tahun ini.
Apabila harga amonia mencapai US$ 300 per MT, kemungkinan kontribusi pabrik tersebut mencapai US$90 hingga US$100 juta.
"Seperti batubara, harga amonia pasaran dunia tidak bisa ditentukan. Sekarang relatif rendah," kata Direktur Utama Surya Esa, Garibaldi Thohir di Jakarta, Kamis (12/7).
Menurut Garibaldi, saat ini margin laba pabrik tersebut cukup menarik. Perseroan sebelumnya berhasil meraup dana senilai Rp495 iliar dari penawaran saham melalui hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD) sebanyak 3,3 miliar saham atau setara dengan 30% dari modal ditempatkan dan disetor penuh.
"Saat itu, perseroan menetapkan harga pelaksanaan penerbitan saham baru tersebut mencapai Rp 150 per unit. Dana hasil penerbitan saham baru tersebut dimanfaatkan untuk membiayai investasi entitas anak usaha dan sisanya biaya operasional," papar dia.
Dana tersebut digunakan untuk menyelesaikan pembangunan pabrik amonia di Sulawesi. Hingga kuartal I-2018, Surya Esa membukukan lonjakan penjualan dari US$7,63 juta menjadi US$13,57 juta.
Peningkatan tersebut membuat laba tahun berjalan perseroan ikut bertumbuh dari US$454 ribu menjadi US$2,85 juta.
