IMQ, Jakarta —
Sejak diluncurkan pertama kali pada 2007, hingga kini produk ETF (Exchange Trade Fund) sepertinya belum mendapat perhatian serius dari para investor pasar modal, khususnya investor produk investasi reksa dana, meskipun jumlah produk ETF yang telah listing hingga kini berjumlah sekitar 14 ETF dengan Underlying Asset yang kian beragam.
ETF sendiri sebenarnya adalah sebuah produk investasi kolektif seperti layaknya produk reksa dana konvensional. Perbedaan yang mendasar antara produk ETF dengan reksa dana konvensional adalah fleksibilitas yang tinggi yang dimiliki ETF, sehingga dapat ditransaksikan seperti transaksi saham biasa pada pasar sekunder selama jam perdagangan bursa berlangsung setiap harinya dan tidak ada batasan waktu minimum hold lembar penyertaan investasi. Selain itu tidak memerlukan pengisian formulir pada setiap transaksi seperti pada transaksi beberapa produk reksa dana konvensional. Tak hanya itu, NAV (Net Asset Value) yang ditampilkan pada ETF adalah bersifat realtime.
Produk ETF yang cukup dikenal sebagian investor di Indonesia adalah ETF berbasis indeks LQ45 dengan kode ticker R-LQ45X, dan ETF dengan kode ticker XIIT yang memiliki basis underlying asset saham-saham anggota indeks IDX30, dan ETF dengan kode ticker XISR yang memiliki basis underlying asset saham-saham anggota indeks SRI-KEHATI serta masih beberapa ETF lainnya yang memiliki underlying asset berbeda, namun untuk lebih fokusnya penulis akan membahas ETF berbasis indeks di atas.
Dari sisi kinerja ETF berbasis indeks memiliki return yang menarik dan hampir selalu dapat menyamai secara konsisten dan bahkan tidak jarang melebihi kinerja indeks acuannya sendiri. Untuk memiliki kinerja portofolio investasi yang selalu menyamai kinerja indeks secara konsisten dengan strategi diversifikasi yang optimal, bukanlah sebuah pekerjaan yang mudah bagi sebagian besar investor pasar modal, sehingga hal ini dianggap sebagai sesuatu yang “Sophisticated” bagi sebagian besar investor pasar modal, khususnya investor produk reksa dana yang terkadang return investasi yang dihasilkan mengalami korelasi terbalik pada satu waktu terhadap indeks acuan. Dan tidak heran di bursa Wall Street sekalipun terdapat istilah “No One Can Beat The Market”, yang merujuk pada usaha menyamai kinerja indeks atau bahkan melampauinya secara konsisten merupakan hal yang bagi sebagian investor merupakan sesuatu yang mustahil.
Terlepas dari hal tersebut, penulis menemukan bahwa dengan menempatkan portofolio investasi kita pada instrumen investasi ETF berbasis indeks, kita hampir selalu dapat menyamai kinerja indeks acuan, ditambah dengan diversifikasi portofolio investasi secara otomatis dan optimal. Sebagai contoh, ketika kita berinvestasi pada instrumen ETF R-LQ45X, maka secara otomatis dana yang kita investasikan disebar ke dalam 45 saham emiten yang tergabung dalam indeks LQ45 dengan pembobotan yang disamakan dengan pembobotan masing-masing saham anggota pada indeks LQ45.
Penulis menyajikan data return investasi pada instrumen ETF berbasis indeks di Indonesia melalui kalkulasi dengan metode TWRR (Time Weight Rate of Return).
Dari tabel di atas kita dapat melihat bahwa setelah dikalkulasikan dengan metode TWRR yang memasukkan faktor compounding pada setiap periode ETF indeks selalu menyamai kinerja indeks acuannya. Bahkan setelah dilakukan perhitungan selama 5 tahun dengan holding period masing-masing dihitung per tahun dengan metode TWRR untuk ETF indeks R-LQ45X dan ETF indeks XIIT melebihi rata-rata return tahunan yang didapat oleh indeks acuannya. Begitupun dengan ETF XISR yang menggunakan perhitungan dengan data 3 tahun terakhir. Jika dibandingkan dengan kinerja reksa dana konvensional, maka akan kita dapati sangat jarang sebuah reksa dana konvensional yang dapat menyamai atau bahkan melebihi kinerja indeks acuan secara konsisten selama bertahun-tahun.
Kejadian yang sering penulis perhatikan mengenai reksa dana konvensional bahwa pada satu waktu sebuah reksa dana konvensional dapat jauh melebihi kinerja indeks. Namun hal ini tidak bertahan lama dan pada periode berikutnya sangat banyak kinerja reksa dana konvensional yang memiliki kinerja di bawah indeks acuan.
Penulis menyebut bahwa ETF berbasis indeks merupakan instrumen investasi primadona yang terpendam karena selain biaya investasi yang jauh lebih kecil dibandingkan biaya investasi pada reksa dana konvensional return yang dihasilkan juga cenderung stabil mengikuti indeks acuan, namun masih jarang dilirik oleh para investor.
Biaya pengelolaan investasi yang kecil pada ETF indeks disebabkan karena strategi pengelolaan portofolio investasi dilakukan secara otomatis mengikuti bobot yang terdapat pada masing-masing saham anggota indeks, sehingga peran manajer investasi menjadi jauh lebih kecil dalam pengelolaan investasi ETF berbasis indeks dibandingkan peran manajer investasi pada reksa dana konvensional. Hal seperti ini juga menguntungkan para investor dari risiko human error yang pada beberapa kasus pada reksa dana konvensional memiliki manajer investasi yang menyukai spekulasi dengan berinvestasi pada saham-saham “gorengan” yang sangat riskan menimbulkan kerugian bagi portofolio reksa dana konvensional itu sendiri.
Dari sudut pandang penulis, dengan memiliki instrumen ETF berbasis indeks para investor akan mendapatkan fitur diversifikasi investasi secara optimal sekaligus mendapatkan performa kinerja portofolio investasi yang selalu menyamai dan bahkan melebihi kinerja indeks acuan, yang hal ini termasuk jarang dimiliki oleh reksa dana konvensional ataupun saham biasa. So beat the market is not something impossible.
Disclaimer: Artikel ini hanyalah sebagai kajian ilmiah melalui metode perhitungan Time Weight Rate of Return pada instrumen investasi ETF. Penulis tidak memiliki afiliasi apapun dengan perusahaan pengelola dana investasi produk ETF ataupun produk reksa dana konvensional yang ada pada artikel ini. Artikel ini juga bukanlah sebuah anjuran untuk berinvestasi pada produk ETF karena setiap keputusan investasi tergantung dari karakteristik profil risiko masing-masing investor.
