IMQ, Jakarta —
Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) menyatakan, kebutuhan dalam negeri terhadap tekstil dan produk tekstil (TPT) terus mengalami pertumbuhan yang cukup pesat, namun penetrasi pasar justru didominasi oleh produk-produk impor.
“Impor TPT setiap tahunnya terus mengalami peningkatan. Berkaca pada 2013, nilai impor TPT naik menjadi US$8,47 miliar dari US$8,14 pada tahun sebelumnya,” kata Ketua Umum API, Ade Sudrajat kepada pers di Jakarta, Jumat (19/2).
Pada 2014, menurut Ade, nilai impor TPT kembali naik menjadi US$8,56 miliar.
“Impor paling besar dari Tiongkok sebesar US$4 miliar dan Korea Selatan yang mencapai US$3 miliar, sedangkan sisanya diisi dari berbagai negara lainnya. Ini menunjukkan konsumsi meningkat sedangkan di sisi lain penetrasi pasar dalam negeri kita diisi oleh produk-produk impor,” papar dia.
Ade menilai, produksi TPT justru mengalami pelemahan di saat kebutuhan dalam negeri meningkat.
“Produksi TPT nasional anjlok selama tiga tahun, dari 2012 hingga 2014. Pada 2012 nilai produksi TPT turun menjadi US$22 miliar dari US$25 miliar di tahun sebelumnya,” ujarnya.
Sementara pada 2013, nilai produksi TPT Indonesia tidak mampu digenjot dan harus rela berkurang menjadi US$20,56 miliar.
Sedangkan tahun lalu, menjadi penurunan yang terdalam setelah nilai produksi TPT Indonesia hanya mampu mencapai US$18,34 miliar.
“Produksi terjadi pelemahan karena berkurangnya permintaan dari luar. Daya sang kita melemah karena yang lain menggunakan perdagangan bebas atau Free Trade Agreement (FTA) dengan Eropa, sedangkan kita tidak dan harus membayar Bea Masuk (BM) sekitar 6% sampai 12% ke Uni Eropa, kalau ke Amerika Serikat sekitar 11% hingga 30%,” tutur Ade.
Ade menambahkan, pasar TPT dunia memiliki potensi untuk digarap Indonesia. Hal ini karena Tiongkok yang merupakan pemain utama ekspor TPT dunia saat ini tengah mengalami pelambatan produksi maupun ekspor.
“Seharusnya Inonesia bisa mengekspor lebih untuk pakaian jadi. Namun tentu harus didukung dengan pengembangan industri tekstil yang dibarengi dengan kompetensi pekerja yang lebih mumpuni dan dukungan kebijakan pemerintah,” pungkasnya.
